Wednesday, April 16, 2008

Soal Gaji

Jika Gaji Si Dia Lebih Kecil…
Hanya Wanita Newsletter 2008

Soal penghasilan yang berat sebelah, dimana perempuan memiliki kocek yang lebih tebal ketimbang pasangan, tak jarang kerap jadi pemicu masalah dalam rumah tangga.

Meski ada juga para istri yang mengaku tak keberatan dengan gaji suami yang cekak, namun banyak juga lho yang beranggapan bahwa pria ya harus bertanggungjawab terhadap seluruh pengeluaran keluarga. Istri hanya nomboki saja.

Seperti ungkapan Fira (32 tahun), seorang manajer penjualan sebuah maskapai penerbangan baru. "Posisi dan gaji saya lebih tinggi. Tapi nggak masalah, dari awal kami memang sudah membahas hal ini. Asalkan dia bekerja, nggak jadi soal deh berapa besar penghasilannya," ujar wanita berparas ayu ini dengan muka cerah.
Lain halnya dengan Irna (33 tahun), yang mengaku punya masalah dengan kondisi keuangan keluarga, setelah suaminya terpaksa tak bekerja lagi. "Kalau dia berusaha keras untuk cari kerja sih saya maklum, tapi suami tampaknya lebih banyak merenungi nasib. Tabungan juga ludes karena dia bernafsu ikut usaha bisnis yang nggak jelas prospeknya. Jadilah saya yang jadi tulang punggung. Stres rasanya, apalagi suami juga menuduh saya tak mau memahami dirinya," kata ibu satu anak yang bekerja sebagai account executive sebuah perusahaan otomotif ternama.

Uang memang selalu jadi sumber masalah.

Malah ada yang bilang bisa jadi 'setan' dalam rumah tangga jika berada dalam tempat yang tak semestinya. Bagi pria, uang atau pekerjaan bisa jadi kebanggaan utama sekaligus sumber egonya. Makanya banyak yang diam-diam atau secara terang-terangan menunjukkan sikap 'permusuhan' manakala karir si istri melaju pesat, yang berujung pada pundi-pundi uang yang kian gemuk. Sementara karir si pria tetap tak beranjak atau justru mentok.

Menurut sejumlah buku yang saya baca, banyak pria menjadi lebih sensitive jika penghasilan istri lebih besar. Hal ini biasanya disebabkan latar belakang keluarga, budaya serta psikodinamika kepribadian. Pengaruh budaya yang lebih menonjolkan peran laki-laki disbanding perempuan dan stereotip bahwa pria sebagai kepala keluarga, pencari nafkah sekaligus pelindung. Makanya, jika pendapatan istri lebih besar, memengaruhi harga diri pria dalam keluarga, terutama di Asia. Padahal kalau kita tengok Eropa atau Amerika, sudah hal lumrah tuh jika gaji perempuan lebih gede dari suami.

Pria mengungkapkan ketersinggungan terhadap penghasilan para istri yang lebih besar dengan berbagai cara, antara lain berupa kata-kata yang menyinggung perasaan, tindakan negatif seperti sering meninggalkan rumah dan pulang larut malam. Pokoknya segala hal yang memancing kemarahan istri.

Akan halnya suami yang bisa menerima kondisi jika penghasilan istri lebih besar, si pria ini biasanya punya kepribadian yang terbuka dan easy going. Para istri akan terbantu dengan sikap ini karena bisa saling mendukung. Bahkan tak jarang, para suami juga mau membantu pekerjaan rumah tangga, seperti mencuci atau menjaga anak.

Bagaimana agar perkawinan tetap harmonis meski penghasilan 'jomplang?' Berikut kiat-kiatnya:

1. Tetaplah saling dukung. Jangan sekali-kali memojokkan atau merendahkan suami. Jika terpaksa 'berantem' hindari membahas masalah uang.

2. Hindari nada-nada tinggi. Jangan bersikap bossy ah sama suami sendiri. Ucapkan kalimat dengan lemah lembut. Berperilaku dan bertingkah laku tetap dijaga positif

3. Berbagilah. Berpenghasilan lebih besar bukan berarti semua Anda yang tanggung. Berbagilah dengan suami, siapa membayar apa. Anda juga harus mengajarkannya tanggung jawab kan?

4. Aku tambahin, jadikan suami sbg teman, sahabat or partner untuk mengarungi bahtera rumah tangga, dan ingat bahwa suami dan istri adalah satu team untuk menuju keberhasilan rumah tangga ini, tanpa dia kita juga susyahhhh dan tak berdaya, jadi alih2 kita liat dia sebagai suami (yg pengennya slalu harusnya lebih baik dari kita) tapi liat dia sebagai partner kita instead...:o) (nenden.maryam)

Semoga berhasil ya, because your money can't buy the happiness, sweety…

Salam,

No comments: